Fulan, seorang anak yang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren, setiap hari mendengar cerita tentang orang-orang yang sukses meraih beasiswa ke Saudi dan menjadi ustadz besar di lingkungannya. Fulan pun memiliki mimpi, “Suatu hari nanti, aku juga akan seperti mereka.”
Namun, apa yang tidak disadari Fulan adalah bahwa ia telah terjebak dalam ilusi yang disebut “Survivorship Bias”. Ini adalah ketika kita melihat kesuksesan orang lain dan berpikir, “Kalau mereka bisa, kenapa aku tidak?” tanpa melihat bahwa di balik 2-3 kisah sukses itu, ada ratusan cerita kegagalan yang tidak kita dengar.
Fulan berpikir bahwa semua santri bisa masuk ke Saudi, padahal kenyataannya hanya 2-3 orang yang berhasil setiap tahunnya. Yang lain? Ya, mereka gagal. Ini adalah ilustrasi sempurna dari Survivorship Bias.
Ketika kita terperangkap dalam ilusi ini, kita seringkali melupakan bahwa ada banyak jalan menuju sukses. Sukses berkontribusi di lingkup umat beragama bukan hanya lewat Saudi. Ada banyak cara lain untuk belajar dan berkembang. Jadi, bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam bias ini?
Pertama, kita harus mengakui bahwa apa yang kita lihat hanyalah puncak gunung es. Di balik kesuksesan yang kita lihat, ada ratusan bahkan ribuan cerita tentang perjuangan dan kegagalan yang tidak kita dengar.
Kedua, kita harus berani untuk mencari sudut pandang baru. Jangan takut untuk mencoba sesuatu yang berbeda. Ada banyak jalan untuk belajar dan berkembang. Ingat, bukan semuanya harus masuk Saudi. Pelan-pelan pak sopir kalau berekspetasi. Pastikan kamu sering-sering main ke orang yang mendukungmu, karena untuk ambil pilihan ini, kamu akan kena omongan orang-orang yang jumud dan “sekuler” dalam menafsirkan pendidikan. Yang kuat ya, kamu hebat.
Terakhir, belajarlah untuk menerima bahwa kegagalan adalah bagian dari proses. Jika kita gagal, itu bukan berarti kita tidak layak atau tidak cukup baik. Itu hanya berarti kita perlu mencoba sesuatu yang lain.
Di sisi lain, ada anggapan bahwa untuk menjadi sukses dalam bidang agama, kita harus dulu fokus ke bidang umum, lalu belajar agama ‘ala kadarnya’. Ini seringkali didasarkan pada kisah sukses Ustadz-ustadz yang merupakan alumni dari UGM, ITB, atau fakultas eksak lainnya. Namun, seberapa banyak lulusan universitas terbaik yang benar-benar menjadi ustadz terkenal? Seberapa banyak orang lulusan di atas yang akan aman dari fitnah? Sedangkan, berapa banyak yang mencoba dan tidak berhasil? Itu adalah contoh nyata juga dari Survivorship Bias.
Mari kita belajar dari Fulan dan Survivorship Bias. Mari kita belajar untuk melihat lebih luas, mencoba lebih banyak, dan menerima lebih banyak. Karena kesuksesan tidak selalu datang dari tempat yang kita harapkan. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua.